Dengan Semangat Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2011, Kita Jadikan Pendidikan Karakter sebagai Tonggak Kebangkitan Nasional

Kamis, 22 April 2010

Posted by SDN Talangagung 01 22.38, under |

Era Globalisasi ini ditandai dengan persaingan dalam berbagai aspek kehidupan. Persaingan ini menjadikan tantangan bagi siapa pun untuk tetap survive atau bertahan hidup. Siapa yang berhasil memenangkan persaingan itu maka dia akan survive, siapa yang kalah maka akan terlindas oleh globalisasi itu. Menghadapi persaingan ini diperlukan pendidikan yang bermutu. Peningkatan mutu pendidikan bisa dimulai dari yang paling dasar yaitu pendidikan dasar yang meliputi SD dan SLTP. Pendidikan dasar ini akan menjadi pondasi untuk menunjang keberhasilan pendidikan jenjang yang lebih tingginya yaitu di sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, bahwa taraf pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang antara lain diukur dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas; meningkatnya rata-rata lama sekolah; dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia.
Walaupun demikian kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat pada masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antardaerah, dan disparitas gender.
Pendidikan dasar merupakan pendidikan massa (mass education) atau education for all yang diwajibkan diikuti oleh setiap warga negara dalam kelompok usia tertentu (compulsory education). Pendidikan dasar (basic education) tidak sama dengan sekolah dasar (primary/elementary school). Sekolah Dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan yang berlangsung selama 6 tahun. Sedangkan pendidikan dasar adalah pendidikan minimum yang wajib diikuti oleh setiap warga negara sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup layak sebagai warga negara dan harga diri suatu bangsa.Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun menunjukan bahwa peserta didik dalam usia pendidikan dasar harus dapat menyelesaikan pendidikan dasarnya tanpa terputus selama sembilan tahun, yaitu enam tahun di tingkat SD dan tiga tahun di tingkat SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat. Dalam wajib belajar sembilan tahun, semua lulusan SD enam tahun secara otomatis harus bisa ditampung di jenjang SMP sebagai bagian dari program pendidikan dasar sembilan tahun
Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan selanjutnya. Pendidikan dasar merupakan modal dasar bagi pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas yang memungkinkan dapat menikmati hidup dan kehidupannya secara mandiri. Kemandirian dapat diciptakan melalui proses pembelajaran yang memberi kebebasan kepada peserta didik untuk selalu aktif berpendapat dan bertanya, selalu diberi peluang untuk inovatif atau mengkaji sesuatu yang baru, kreatif untuk membuat sesuatu yang baru dari berbagai sumber, menghargai perbedaan pendapat, dan peka terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Inilah yang disebut learning how to learn yaitu pendidikan dasar harus diselenggarakan dengan cara peserta didik belajar bagaimana belajar sehingga hasil belajarnya akan bermutu.
Mutu hasil belajar peserta didik dapat ditingkatkan jika didukung oleh proses pembelajaran yang bermutu. Indikator proses pembelajaran bermutu adalah yang sesuai dengan tujuan dan visi kurikulum yang telah ditetapkan. Oleh karena itu proses pembelajaran merupakan muara dari implementasi kurikulum. Implementasi kurikulum dilaksanakan oleh guru dengan menerjemahkan tujuan dan isi kurikulum ke dalam rancangan pembelajaran. Guru biasanya mengembangkan pembelajaran dengan bergantung kepada bahan ajar yang terdapat dalam Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP). Ketergantungan inilah yang bisa menjadikan guru tidak kreatif dalam mengimplementasikan kurikulum.
Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan Dasar
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Partisipasi masyarakat dan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk memajukan pendidikan sangat diperlukan. Keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu bisa diupayakan secara konkrit melalui dukungan masyarakat pula. Untuk itu perlu digali sumber daya masyarakat. Masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi pihak yang menuntut pendidikan yang bermutu, tetapi juga berperan serta memberikan masukan pikiran, tenaga dan biaya bagi kemampuan pendidikan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu dengan uang, material atau barang.
Masalah-masalah dalam Penyelenggaraan Wajib Belajar
Masalah-masalah dalam penyelenggaraan wajib belajar sembilan tahun, diantaranya:
1) Belum semua anak usia wajib belajar 7 – 12 tahun dapat mengikuti pendidikan di sekolah dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan komunitas terpencil; 2) Anak usia wajib belajar – belum memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak di pedesaan, pedalaman, atau terpencil belajar dengan fasilitas yang serba kekurangan, sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas belajarnya relatif sudah memadai. Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan; 3) Kekurangan guru di daerah pedalaman atau terpencil masih menjadi kendala bagi pelayanan proses pembelajaran; 4) Kualitas guru dalam memberikan pendidikan masih bervariasi, ada guru yang sudah memadai, ada pula yang harus dikembangkan lagi ke arah yang lebih professional; 5) Kemampuan guru untuk melakukan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembelajaran masih lemah.
Peran Sumber Daya Manusia dalam Pendidikan Dasar
Saat ini kita sudah berada di era globalisasi yang penuh perubahan dan tantangan. Problema yang paling mengedepan akhir-akhir ini adalah bagaimana dunia pendidikan mempersiapkan sumber daya manusia agar mampu bertahan sekaligus memenangkan tantangan dan peluang yang terus bermunculan. Tantangan dan peluang itu menimbulkan persaingan. Persaingan timbul di berbagai aspek kehidupan yang terus berkembang dan akan semakin tajam, terutama sektor ekonomi dan perdagangan antar bangsa. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan sumber daya manusia yang cerdas, kreatif, gemar bekerja keras, ulet, bermoral, dan beragama. Dunia pendidikan harus mampu mencetak sumber daya manusia seperti itu. Dalam upaya mencetak sumber daya manusia itu perlu melibatkan peran serta berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Peran guru dalam pendidikan dasar berkaitan dengan profesi guru yang bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa melalui pembentukan karakter bangsa bagi peserta didik. Oleh karena itu guru perlu dibina kompetensi profesionalan dan kesejahteraannya. Peran guru adalah sebagai pihak yang mensuplai (provider) kesempatan belajar bagi peserta didik. Guru pun sebagai motivator yang memberikan dorongan kegiatan belajar bagi peserta didik. Guru memberikan motivasi dan stimulus untuk mengasah kecerdasan dan kreativitas anak. Selain itu, guru sebagai model yang menjadi panutan yang digugu dan ditiru bagi peserta didik dalam proses belajar. Peran sekolah dalam pendidikan dasar dilakukan melalui peran guru menciptakan situasi yang kondusip agar peserta didik gemar belajar dan mencintai sekolah, guru, dan teman-temannya. Peserta didik dikondisikan agar kreatif, cerdas, dan memiliki motivasi belajar yang tinggi. Peran keluarga dalam pendidikan dasar adalah menciptakan keluarga agar permisif sehingga anak leluasa mengembangkan dirinya, tetapi tentu saja selalu dalam pengawasan dari orang tua. Peran masyarakat dalam pendidikan dasar dengan perlu dilibatkannya masyarakat untuk bersama-sama dengan pemerintah dalam menumbuhkan masyarakat belajar (learning society). Learning society yaitu masyarakat yang berbudaya belajar. Learning society akan mudah diciptakan dan dikembangkan apabila masyarakat dan keluarga sebagai satuan terkecil dari masyarakat itu sudah menunjukkan sikap gemar membaca.
Penuntasan wajib belajar tidak hanya melalui berbasis persekolahan. Pelayanan pendidikan dasar (SD dan SMP) tidak seharusnya bertumpu pada jalur persekolahan yang formal saja, tetapi juga perlu penguatan jalur-jalur pendidikan lainnya, seperti jalur pendidikan luar sekolah yang bersifat non formal dan jalur keluarga atau informal. Apalagi tidak semua wilayah bisa terjangkau layanan persekolahan. Begitu pula tidak semua populasi sasaran wajib belajar bisa dengan nyaman mengenyam pendidikan persekolahan. Diperlukan juga perluasan akses pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi geografis, sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun tidak semata-mata harus diatasi dengan membangun unit sekolah baru, karena hal ini bisa saja tidak efisien jika infra strukturnya minim dan tidak menunjang. Oleh karena itu diperlukan pembukaan akses pendidikan alternatif.
Kurikulum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Upaya ini telah menjadi tekad bangsa Indonesia apalagi pada era globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekonomi yang sangat pesat dan penuh tantangan. Upaya yang dilakukan antara lain diberlakukannya wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun. Istilah yang digunakan adalah wajib belajar (compulsory education) bukan wajib sekolah, karena belajar itu wajib seumur hidup, sedangkan sekolah itu wajib sampai jenjang tertentu.
Peserta didik lulusan pendidikan dasar sembilan tahun di samping memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, juga memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mandiri dalam berbagai bidang kehidupan. Selain itu juga mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungannya. Peserta didik yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mandiri di berbagai bidang kehidupan, akan meningkatkan produktivitas, keunggulan, dan daya saing. Pada gilirannya akan dapat meningkatkan income rakyat dan devisa negara yang akhirnya meningkatnya kualitas bangsa. Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun pada dasarnya mempunyai maksud untuk meningkatkan kualitas bangsa. Melalui pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun diharapkan setiap warga negara Indonesia memiliki kemampuan dasar yang diperlukan dalam kehidupan secara lebih tinggi, sehingga secara politis mereka akan lebih menyadari hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta mampu berperan serta sebagai tenaga pembangunan secara lebih berkualitas.
Menyimak tujuan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang dapat kita lihat adanya dua sasaran yang ingin dicapai, yaitu pembekalan kemampuan dasar yang dapat dikembangkan melalui kehidupan dan kemampuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Untuk mampu mengantarkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang sejahtera diperlukan struktur kurikulum yang tepat. Kurikulum pada dasarnya merupakan salah satu masukan instrumental yang menjadi variabel bebas yang mempengaruhi terhadap keberadaan kurikulum itu sendiri mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi visi dan dimensi struktur (Wiles and Bond, 1989). Dimensi pertama terkait dengan pandangan penyusunan kurikulum tentang peran apa yang akan dimainkan oleh pendidikan dalam mengantarkan peserta didik menuju tujuan yang akan dicapai. Pandangan ini diturunkan dari perpaduan antara filosofi, kenyataan, acuan-acuan norma serta hasil penelitian terkait. Adapun dimensi kedua terkait dengan struktur kurikulum yang merupakan perwujudan dari dimensi pertama.
Di dalam model atau paradigma kurikulum keluaran suatu lembaga pendidikan adalah variabel terikat dari struktur kurikulum, yang mencakup desainnya, pembelajaran, dan proses evaluasi. Struktur kurikulum itu sendiri ditentukan oleh tujuan pendidikan maupun tujuan kelembagaan, yang merupakan resultante dari antisipasi tentang sosok pribadi yang ingin dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Antisipasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang terkait hasil-hasil penelitian, serta berlandaskan atas aspirasi masyarakat, keberadaan peserta didik, dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Struktur kurikulum pendidikan dasar sembilan tahun yang tersusun diharapkan dapat menjawab pemasalahan lama yang terkait dengan upaya mengarahkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang sejahtera. Dalam rangka penyusunan kurikulum tersebut, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengantisipasi tentang bagaimana sosok pribadi anggota masyarakat sejahtera itu. Antisipasi ini termasuk ke dalam dimensi visi, yaitu pandangan kita tentang keberadaan pribadi yang sejahtera.
Kita pada umumnya menerima pandangan bahwa kesejahteraan itu meliputi aspek lahiriah dan mental spiritual. Kesejahteraan lahiriah dapat ditunjukan dari keberadaan taraf hidup, terutama dengan tolok ukur keberadaan ekonomi. Meskipun keberadaan ekonomi ini bersifat relatif, tapi kaidah-kaidah ekonomi merumuskan tentang tolok ukur minimal kesejahteraan berdasarkan atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer. Adapun kesejahteraan mental spiritual, terkait dengan kebebasan menjalankan agama, memiliki moral dan sistem nilai sesuai dengan Pancasila. Bila kaidah ini dipegang, tujuan pendidikan dan tujuan kelembagaan pendidikan dasar kita diarahkan untuk menghasilkan keluaran dengan ciri-ciri minimal sebagaimana tersebut di atas. Melihat kenyataan, bahwa jenjang pendidikan dasar yang semula hanya terdiri dari SD 6 tahun ditingkatkan menjadi sembilan tahun dengan memasukkan satuan SLTP pada jalur pendidikan dasar, tentunya kita berharap beradaan kesejahteraan itu lebih tinggi dari apa yang selama ini telah dicapai.
Menyimak antisipasi tentang sosok pribadi keluaran pendidikan dasar serta sasaran yang ingin dicapai sebagaimana dikemukakan di atas, misi pendidikan dasar berkaitan dengan pembentukan kemampuan intelektual dan pembekalan memasuki kehidupan. Bila ini dikaikan dengan isi kurikulum, kedua misi ini sebenarnya bersifat kait mengait. Di satu pihak, persiapan mengarungi kehidupan memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang dapat digunakan sebagai bekal, sedangkan di lain pihak di samping keterampilan juga dibutuhkan kemampuan intelektual. Khusus mengenai kemampuan intelektual, di samping dibutuhkan dalam kehidupan, juga untuk pendidikan lanjutan. Persoalannya adalah kemampuan intelektual apa yang dapat memenuhi dua sasaran itu.
Dalam perspektif teori kognitif, kemampuan intelektual itu terkait dengan informasi dalam cabang-cabang ilmu pengetahuan, serta kemauan menginterpretasikan dan menemukan makna informasi itu (Resnik and Klopfer, 1989). Adapun informasi itu dapat diturunkan dari cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menjadi isi kurikulum. Adapun bentuk keterampilan yang dijadikan isi kurikulum diturunkan dari hasil studi dan hasil analisis tentang kebutuhan masyarakat, sehingga kurikulum tersebut bermuatan lokal. Teori belajar kognitif berkaitan dengan pendekatan pengolahan informasi yang pada dasarnya dikenal dengan nama teori pentahapan (stage theory). Model mengajar dari rumpun pemrosesan informasi, dapat digunakan dalam mengajarkan konsep (Joice & Weil, 1972). Studi ini dilaksanakan mengacu kepada teori pemrosesan informasi yang merupakan model utama dari teori kognitif, yang menjelaskan bahwa belajar merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan atau informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang. Alur pemrosesan informasi itu adalah pencatatan data oleh input or sensory register. Kemudian seleksi informasi oleh memori jangka pendek (short term memory). Selanjutnya, penyimpanan informasi oleh memori jangka panjang (long term memory) (Gradler, 1986)
Ada empat proses utama yang terlibat dalam pengolahan informasi, yaitu pengkodean (encoding), penyimpanan (storage), pengingatan kembali (retrieval), dan lupa (forgetting). Dalam pengolahan informasi, ada dua hal yang terlibat, yaitu peserta didik dengan aktif memproses, menyimpan, dan mendapatkan kembali informasi, dan pembelajaran (teaching) yang merupakan upaya membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan mengolah informasi dan menggunakannya secara sistematis untuk menguasai kompetensi tertentu. Struktur kognitif berhubungan dengan struktur subject matter atau kompetensi. Pengolahan informasi menekankan pembentukan struktur kognitif oleh peserta didik.
Bentuk kurikulum untuk mengakomodasi kemungkinan tersebut adalah kurikulum inti, dengan menjadikan pelajaran-pelajaran yang telah ditetapkan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu kurikulum inti selalu mengimplikasikan adanya paket-paket pilihan, maka paket-paket tersebut sepatutnya disusun dengan bermuatan lokal. Dengan memperhatikan tujuan dan isi kurikulum itu kita dapat merencanakan pembelajaran dan evaluasi kemajuan yang relevan, sehingga antara dimensi visi dan dimensi struktur kurikulum pendidikan dasar bersifat selaras.
Kurikulum pendidikan dasar sembilan tahun diharapkan dapat mengantarkan peserta didik mencapai kesejahteraan disusun berdasarkan antisipasi tentang sosok pribadi anggota masyarakat yang sejahtera serta tujuan dan strukturnya dibuat dengan mempertimbangkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah serta hasil-hasil penelitian terkait, dan berdasarkan sistem nilai, dan keberadaan masyarakat dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peran Serta Madrasah dalam Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Madrasah sebetulnya memberikan andil pada sistem pendidikan nasional yang cukup besar. Pemerintah menyelenggarakan pendidikan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun, meskipun belum tercapai, namun diharapkan sampai tahun 2009 dapat dituntaskan. Kriteria tuntas adalah angka partisipasi kasar (APK) mengikuti pendidikan SMP atau Madrasah Tsanawiyah mencapai 95%. Sampai tahun 2008 baru mencapai sekitar 92,3%. Angka sisanya yaitu sekitar 2,7 % diharapkan pada tahun 2009 dapat dicapai angka partisipasi kasar pendidikan dasar sembilan tahun hingga 95%. Artinya wajib belajar pendidikan dasar pendidikan dasar 9 tahun itu dianggap tuntas, meskipun 95% masih ada sisanya 5%. Angka 5% dari 50 juta anak usia sekolah bisa dikatakan lumayan banyak yang tercecer, tetapi bisa dianggap selesai. Kontribusi madrasah terhadap penuntasan wajib belajar sembilan tahun cukup lumayan besar mencapai 17%. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan termasuk Madrasah Aliyah, kontribusi madrasah dari mulai MI sampai MA terhadap angka partisipasi mengikuti pendidikan di berbagai jenjang pendidikan secara agregat atau secara keseluruhan itu bisa mencapai 21%. Bukan angka sedikit 21% dari sekitar 60 juta penduduk. Artinya masyarakat terutama madrasah telah memberikan andil pada upaya-upaya pemerintah menyediakan lembaga-lembaga pendidikan yang cukup besar.
Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun ada inpresnya yaitu tanggal 6 Juni 2006 tentang gerakan percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara, meskipun pemberantasan buta aksara sampai saat ini menghadapi permasalahan belum terberantas seluruhnya. Buta aksara yang dimaksudkan adalah aksara latin sebagai alat komunikasi yang biasa dilakukan dengan bahasa Indonesia. Kondisi buta aksara yang masih cukup besar di berbagai daerah itu, mengharapkan peran lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat, termasuk pesantren yang memiliki kontribusi yang besar terhadap gerakan percepatan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara tersebut. Dalam penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, Departemen Agama melakukan tugas yang diembannya yaitu menyelenggarakan pendidikan dasar di madrasah dan pondok pesantren, kemudian ikut aktif dalam gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara melalui lembaga-lembaga pendidikan di madrasah, pondok pesantren, dan lembaga keagamaan atau tenaga keagamaan seperti majelis taklim sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan dasar itu melalui madrasah seperti MI, MTs, MA, dan melalui pondok pesantren, ada pula melalui Madrasah Diniyah (MD), baik Madrasah Diniyah Ula atau Madrasah Wusto. Di dalam pondok pesantren ada proses muadalah melalui proses penyelenggaraan paket A dan paket B. Begitu pula santri-santri pondok pesantren bisa dianggap telah melaksanakan pendidikan dengan ketentuan atau kriteria tertentu, sehingga jika tidak mempunyai Paket B dianggap sama dengan MTs atau meskipun tidak mempunyai Paket A sama dengan ijazah SD. Pada umumnya pesantren tidak mengeluarkan ijazah, oleh karena itu diadakan proses muadalah lulusan-lulusan pesantren supaya dianggap setara dengan memiliki ijazah. Pesantren jika ingin disamakan dengan lembaga MI, MTs, MA, maka kurikulumnya harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 yaitu tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Intinya madrasah menghadapi tantangan, tetapi tetap memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan nasional. Namun masih menghadapi tantangan yaitu berkaitan dengan mutu. Selain mutu sebetulnya berkaitan dengan akses karena kontribusi ini bisa ditingkatkan dari sekarang yang sebesar 17% menjadi 20% untuk wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, meskipun untuk keseluruhannya, kontribusi madrasah sekarang sudah mencapai 20% – 21%.
Untuk perluasan akses banyak sekali yang sudah dilakukan, misalnya khusus yang berkaitan dengan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, seperti program-program pembangunan madrasah-madrasah satu atap. Program ini dilakukan di madrasah ibtidaiyah yang ada di sekitarnya yang kebetulan belum ada MTs-nya, lalu dibangunlah MTs. Karena membangun gedung itu memerlukan dana yang besar, maka terlebih dahulu perlu mengajukan proposal untuk meminta bantuan pemerintah atau lembaga donor pemberi bantuan. Madrasah itu ada beberapa tipe, seperti tipe M1 memiliki 6 ruang kelas. Sedangkan tipe M2 memiliki 10 ruang kelas. Diadakan pula Madrasah Tsanawiyah modern dan terpadu, atau bertaraf internasional. Sampai tahun 2009 diharapkan sudah dapat dibangun 500 madrasah yang termasuk di dalamnya madrasah satu atap. Bukan itu saja, dilakukan juga membangun sejumlah ruang-ruang kelas baru dan memperbaiki ruang-ruang kelas dalam rangka perluasan akses. Namun pembangunan dan pengembangan madrasah tidak berhenti sampai penyediaan sarana dan prasarana saja. Lebih dari itu kualitas pendidikan itu ditentukan pula kontribusi peran guru sebesar 60%. Artinya, jika guru belum memenuhi standar kualitas, sulit sekali untuk meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah. Walaupun diberikan berbagai bantuan kalau gurunya tidak bisa memanfaatkan, bantuan tersebut akan terbengkalai dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu dilakukan pula program menyekolahkan guru-guru baik PNS maupun non PNS di perguruan tinggi yang sudah terakreditasi sesuai dengan Undang-Undang. Guru yang disekolahkan adalah untuk melanjutkan ke jenjang S2 bagi guru yang sudah menyandang gelar S1. Program lainnya adalah menyekolahkan kembali guru yang sudah menyandang gelar S1 tetapi mengajar pada mata pelajaran yang berbeda dari mata pelajaran disiplin ilmu yang dikuasainya, misalnya guru lulusan Bahasa Indonesia mengajar mata pelajaran Matematika. Itulah yang disebut dengan program dual kompetensi. Harapannya adalah kalau guru-gurunya berkompeten, maka madrasahnya pun akan bermutu baik. Sehingga madrasah masih tetap menjadi harapan besar bagi para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di madrasah, karena belajar agama di Madrasah sebanyak 9 jam per minggu masih lebih banyak dibandingkan belajar agama di sekolah umum yang hanya 2 jam per minggu, meskipun sebetulnya 9 jam itu pun dirasakan masih kurang untuk mengajarkan agama. Apalagi kalau dibandingkan dengan peserta didik jaman dahulu yang pagi-pagi belajar di sekolah umum, siangnya belajar di madrasah, malamnya mengaji di masjid. Hasil belajarnya pun dirasakan masih kurang, apalagi jika belajar agama hanya 2 jam per minggu. Oleh karena itulah upaya-upaya memperbaiki madrasah baik sarana dan prasarana maupun proses pendidikannya harus senantiasa diperbaiki, karena jika mutu pendidikan madrasah bagus atau bisa komparatif dengan sekolah-sekolah umum, madrasah pasti akan menjadi pilihan terbaik dan pertama bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Oleh karena itu, diharapkan supaya mutu madrasah ini diperbaiki, supaya benar-benar menjadi pilihan bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Beberapa program untuk peningkatan kualitas madrasah antara lain dengan didirikannya sejumlah madrasah aliyah dan tsanawiyah modern di mana mutunya sudah kompetitif dengan sekolah-sekolah umum. Didirikan juga madrasah terpadu. Program lainnya adalah peningkatan kualifikasi S 1 atau dual kompetensi, program S 1, S 2, dan S 3 di berbagai perguruan tinggi terkemuka.
Persoalan wajib belajar berkaitan dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dengan adanya BOS ini APK akan meningkat karena anak-anak dari kalangan keluarga miskin beranggapan akan mendapatkan pelayanan pendidikan gratis. Namun meskipun ada dana BOS dan daya tampung sekolah yang memadai, ada saja sejumlah anak usia sekolah yang tidak masuk sekolah karena mereka memerlukan biaya yang menunjang untuk proses pembelajaran yang tidak disediakan dari dana BOS seperti biaya transportasi.
Bantuan Operasional Sekolah adalah bantuan dari pemerintah, dalam bentuk dana atau buku, untuk menjamin terlaksananya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun hingga tuntas. Diharapkan dapat pula mendukung peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta peningkatan tata kelola dan pencitraan pendidikan yang positif di hadapan public. Program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi dan wilayah geografis Indonesia yang sangat luas, dengan latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi penduduk yang heterogen.

Saran dan Komentar


ShoutMix chat widget